Secara umum definisi yang standar mengenai kebenaran
diartikan sebagai kesesuaian antara pikiran dan kenyataan. Dalam aliran
Pragmatisme, John Dewey ( Gallaher,2005:123) menyebutkan bahwa yang dimaksud
‘Kebenaran adalah apa yang membawa hasil’. Suatu pertimbangan itu dikatakan
“Benar”, jika telah mencapai hasil yang berguna. Sebaliknya, pertimbangan itu
‘Salah’ jika dengannya dihasilkan hal yang merugikan.
Pada umumnya ada beberapa teori kebenaran, yaitu
kebenaran saling berhubungan, kebenaran
saling berkesesuaian, dan kebenaran
inherensi (Sudarsono:2001: 146). Pertama, teori kebenaran saling berhubungan
(coherence theoryof truth),berpendapat bahwa suatu proposisi itu benar apabila
hal tersebut mempunyai hubungan dengan ide-ide dari proporsi yang telah ada
atau benar. Dengan kata lain, apabila proposisi itu mempunyai hubungan dengan
prosisi yang terdahulu yang benar. Pembuktian teori kebenaran koherensi dapat
melalui fakta sejarah dalam logika. Pembuktian melalui fakta sejarah apabila
merupakan proposisi sejarah, sedangkan pembuktian melalui logika apabila
merupakan pernyataan-pernyataan yang bersifat logis.
Kedua, Teori kebenaran saling berkesesuaian
(correspondence theory of truth), berpandangan bahwa suatu proposisi itu
bernilai benar apabila proposisi itu salinmg berkesesuaian dengan kenyataan dan
realitas. Kebenaran demikian dapat dibuktikan secara langsung pada dunia
kenyataan.
Ketiga, Teori kebenaran Inherensi (Inherent theory
of truth), yang memiliki pandangan bahwa suatu proposisi memiliki nilai
kebenaran apabila memiliki akibat atau konsekuensi-konsekuensi yang bermanfaat,
maksudnya ialah hal tersebut dapat dipergunakan.
Perihal kebenaran ini memang menjadi tujuan utama
dari kajian ilmu filsafat ini. Para filosof telah lama mengupayakan dan mencari
kebenaran. Menurut Plato, kebenaran yang utama adalah yang di uar dunia ini.
Maksudnya ialah suatu kesempurnaan tidak dapat dicapai di dunia ini.
Berbeda dengan Plato, Rene Descartes, Filosof yang
hidup pada abad 17, menegaskan bahwa yang benar adalah apa yang jelas dan
terpilah-pilah. Apa yang jelas dan terpilah-pilah itu tidak dapat didapatkan
dari apa yang berada di luar kita. Apa yang kita duga kita lihat dengan kuasa
penilaian kita, yang terdapat di dalam rasio atau akal. Pengetahuan melalui
indera adalah kabur. Oleh karena itu, menurut Descartes, kita harus merugikan
apa yang kita amati dan kita ketahui sehari-hari. Semuanya itu harus dengan
sadar kita pandang sebagai tidak pasti, karena segala sesuatu yang telah
diperoleh di dalam kesadaran, semuanya itu tidak mungkin sekali adalah hasil
khayalan atau hasil tipuan roh jahat.
Pada abad ke-20, seorang filosof yang bernama
William James (1842-1910), yang terkenal dengan aliran pragmatismenya,
menjelaskan perihal kebenaran ini sebagaimana ditulis dalam bukunya, ‘The
meaning of truth’ ( Arti Kebenaran ). James menjelaskan bahwa tiada kebenaran
mutlak, yang berlaku umum, yang bersifat tetap, yang berdiri sendiri lepas daripada
akal. Sebab pengalaman kita berjalan terus, dan segala yang kita anggap benar
dalam perkembangan pengalaman itu senantiasa berubah, karena di dalam
praktiknya apa yang kita anggap benar dapat dikoreksi oleh pengalaman
berikutnya. Oleh karena itu, tiada kebenaran yang mutlak, yang ada adalah
kebenaran-kebenaran, yaitu apa yang benar dalam pengalaman-pengalaman yang
khusus, yang setiap kali dapat diubah oleh pengalaman berikutnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar