Selesai
makan bakso, lalu saya membayarnya, ada satu hal yang menggelitik fikiran saya
selama ini ketika saya membayarnya, si tukang bakso memisahkan uang yang
diterimanya, dimana yang satu disimpan dilaci, yang satu ke dompet dan yang
lainnya disimpan di kaleng bekas kue semacam kencleng, atas rasa penasaran lalu
saya bertanya : "Mas kalau boleh tahu,
kenapa uang-uang itu Mas pisahkan, barangkali ada maksud dan tujuan ?",
kata saya.
Tukang bakso menjawab : "Iya Pak, selama 17 tahun saya menjadi tukang bakso, setiap hari saya selalu memisahkannya, ya tujuannya sederhana saja, saya hanya ingin memisahkan mana yang menjadi hak saya, mana yang menjadi hak orang lain atau tempat ibadah dan mana yang menjadi hak cita-cita penyempurnaan iman ". dengan pembagian :
Tukang bakso menjawab : "Iya Pak, selama 17 tahun saya menjadi tukang bakso, setiap hari saya selalu memisahkannya, ya tujuannya sederhana saja, saya hanya ingin memisahkan mana yang menjadi hak saya, mana yang menjadi hak orang lain atau tempat ibadah dan mana yang menjadi hak cita-cita penyempurnaan iman ". dengan pembagian :
Mendengar
jawaban seorang tukang bakso itu saya benar-benar terkejut dan saya melanjutkan
bertanya. "Maksudnya Mas .. .?",
Sambil bersandar di tembok pagar rumah saya tukang
bakso itu menjawab : "Iya Pak, kan agama dan Allah menganjurkan Kita agar
bisa berbagi dengan sesama, dan saya membagi 3 :
1. Uang yang masuk ke dompet, artinya untuk
memenuhi keperluan hidup sehari-
hari
saya dan keluarga
2. Uang
yang masuk ke laci, artinya untuk infaq/sedekah, atau untuk melaksanakan ibadah
Qurban, dan Alhamdulillah selama 17 tahun menjadi tukang bakso, saya selalu
ikut qurban seekor kambing, meskipun kambingnya yang ukuran sedang saja.
3. Uang
yang masuk ke kencleng, karena saya ingin menyempurnakan agama yang saya pegang
yaitu Islam dan Islam mewajibkan kepada umatnya yang mampu untuk melaksanakan
ibadah haji dan ibadah haji ini tentu butuh biaya yang besar maka saya
berunding dengan istri dan istri menyetujui bahwa disetiap penghasilan harian
hasil jualan bakso ini, saya harus menyisihkan
sebagian penghasilan sebagai tabungan haji, dan insya Allah selama 17 tahun menabung, sekitar 2 tahun lagi saya dan istri akan melaksanakan Ibadah haji.
sebagian penghasilan sebagai tabungan haji, dan insya Allah selama 17 tahun menabung, sekitar 2 tahun lagi saya dan istri akan melaksanakan Ibadah haji.
Terus
terang sedikitpun saya tidak menyangka akan mendapat jawaban seperti itu dari
seorang tukang bakso, hati saya benar-benar sangat tersentak juga tersentuh
mendengar jawaban itu. Sungguh sebuah jawaban sederhana yang sangat mulia.
Bahkan mungkin kita yang memiliki nasib sedikit lebih baik dari tukang bakso
tersebut, belum tentu memiliki Pikiran dan rencana indah dalam hidup seperti
itu dan seringkali berlindung di balik kata tidak mampu atau belum ada rezeki.
Sahabat...
....
Terus saya melanjutkan pertanyaan :
Terus saya melanjutkan pertanyaan :
"Iya memang itu bagus Mas, tapi kan
ibadah haji itu hanya diwajibkan bagi yang mampu, termasuk memiliki kemampuan
dalam biaya .....". kata saya. Tukang bakso menjawab : "Itulah sebabnya Pak, saya
justru malu kalau bicara soal mampu atau tidak mampu ini, karena definisi mampu
itu bukan hak Pak RT atau Pak RW, bukan hak Pak Camat ataupun MUI. Definisi
"mampu" adalah sebuah Definisi dimana Kita diberi kebebasan untuk
mendefinisikannya sendiri, kalau kita mendefinisikan diri sendiri sebagai orang
tidak mampu, maka mungkin selamanya kita akan menjadi manusia tidak mampu,
sebaliknya kalau kita mendefinisikan diri sendiri, "mampu", maka
insya Allah dengan segala kekuasaan dan kewenangannya, Allah akan memberi kemampuan
pada Kita".
Subhanallah,
betapa mulianya tukang bakso ini, sama sekali saya tidak menyangka akan
mendengar sebuah jawaban elegan dari seorang tukang bakso, yang tentunya patut
kita semua contoh dan semoga memberi hikmah terbaik bagi kehidupan kita. Aamiin
Subhanallah.. hihihii
BalasHapusMasya Allah.
BalasHapusPerilaku yang bagus!!!!!