Beberapa
prinsip metodologi oleh beberapa ahli, di antaranya:
1.
Rene Descartes
Dalam karyanya Discourse On Methoda, dikemukakan 6 (enam
) prinsip metodologi yaitu:
a.
Membicarakan
masalah ilmu pengetahuan diawali dengan menyebutkan akal sehat (common sense)
yang pada umumnya dimiliki oleh semua orang.
Akal sehat menurut Descartes ada yang kurang, adapula yang lebih banyak memilikinya, namun yang terpenting
adalah penerapannya dalam aktivitas ilmiah.
b.
Menjelaskan
kaidah-kaidah pokok tentang metode yang akan dipergunakan dalam aktivitas
ilmiah maupun penelitian. Descartes mengajukan 4 (empat) langkah atau aturan
yang dapat
mendukung metode yang dimaksud yaitu:
1.
Jangan
pernah menerima baik apa saja sebagai yang benar, jika anda tidak mempunyai
pengetahuan yang jelas mengenai kebenarannya. Artinya, dengan cermat hindari
kesimpulan-kesimpulan dan pra konsepsi yang terburu-buru dan jangan memasukkan
apapun ke dalam pertimbangan anda lebih dari pada yang terpapar dengan begitu
jelas sehingga tidak perlu diragukan lagi,
2.
Pecahkanlah
setiap kesulitan anda menjadi sebanyak mungkin bagian dan sebanyak yang dapat
dilakukan untuk mempermudah penyelesaiannya secara lebih baik.
3.
Arahkan
pemikiran anda secara jernih dan tertib, mulai dari objek yang paling sederhana
dan paling mudah diketahui, lalu meningkat sedikit demi sedikit, setahap demi
setahap ke pengetahuan yang paling kompleks, dan dengan mengandaikan sesuatu
urutan bahkan di antara objek yang sebelum itu tidak mempunyai ketertiban baru.
4.
Buatlah
penomoran untuk seluruh permasalahan selengkap mungkin, dan adakan tinjauan
ulang secara menyeluruh sehingga anda dapat merasa pasti tidak suatu pun yang
ketinggalan.
Langkah yang digambarkan Descartes ini menggambarkan
suatu sikap skeptis metodis dalam memperoleh kebenaran yang pasti
c.
Menyebutkan
beberapa kaidah moral yang menjadi landasan bagi penerapan metode sebagai berikut :
1.
Mematuhi
undang-undang dan adat istiadat negeri, sambil berpegang pada agama yang
diajarkan sejak masa kanak-kanak.
2.
Bertindak
tegas dan mantap, baik pada pendapat yang paling meyakinkan maupun yang paling
meragukan.
3.
Berusaha
lebih mengubah diri sendiri dari pada merombak tatanan dunia.
d.
Menegaskan
pengabdian pada kebenaran yang acap kali terkecoh oleh indera.Kita memang dapat
membayangkan diri kita tidak berubah namun kita tidak dapat membayangkan diri
kita tidak bereksistensi, karena terbukti kita dapat menyangsikan kebenaran
pendapat lain. Oleh
karena itu, kita dapat saja meragukan segala sesuatu, namun kita tidak mungkin
meragukan kita sendiri yang sedang dalam keadaan ragu-ragu.
e.
Menegaskan
perihal dualisme dalam diri manusia yang terdiri atas dua substansi yaitu
RESCOGITANS (jiwa bernalar) dan RES-EXTENSA (jasmani yang meluas).
Tubuh (Res-Extensa) diibaratkan
dengan mesin yang tentunya karena ciptaan Tuhan, maka tertata lebih baik. Atas
ketergantungan antara dua kodrat ialah jiwa bernalar dan kodrat jasmani.
Jiwa secara kodrat tidak mungkin mati bersama dengan
tubuh. Jiwa manusia itu abadi.
2. Alfred Julesayer
Dalam karyanya yang berjudul Language, Truth and Logic
yang terkait dengan prinsip metodologi adalah prinsip verifikasi. Terdapat dua
jenis verifikasi yaitu:
a.
Verifikasi
dalam arti yang ketat (strong verifiable) yaitu sejauh mana kebenaran suatu
proposisi (duga-dugaan) itu mendukung pengalaman secara meyakinkan
b.
Verifikasi
dalam arti yang lunak, yaitu jika telah membuka kemungkinan untuk menerima
pernyataan dalam bidang sejarah (masa lampau) dan ramalan masa depan sebagai
pernyataan yang mengandung makna
Ayer menampik
kekuatiran metafisika dalam dunia ilmiah, karena pernyataan-pernyataan
metafisika (termasuk etika theologi) merupakan pernyataan yang MEANING LESS
(tidak bermakna) lantaran tidak dapat dilakukan verifikasi apapun.
3. Karl Raimund Popper
K.R. Popper seorang
filsuf kontemporer yang melihat kelemahan dalam prinsip verifikasi berupa sifat
pembenaran (justification) terhadap teori yang telah ada. K.R. Popper
mengajukan prinsip verifikasi sebagai berikut:
Popper menolak
anggapan umum bahwa suatu teori dirumuskan dan dapat dibuktikan kebenarannya
melalui prinsip verifikasi. Teori-teori ilmiah selalu bersifat hipotetis
(dugaan sementara), tak ada kebenaran terakhir. Setiap teori selalu terbuka
untuk digantikan oleh teori lain yang lebih tepat.
Cara kerja metode
induksi yang secara sistematis dimulai dari pengamatan secara teliti gejala
(simpton) yang sedang diselidiki. Pengamatan yang berulang -ulang itu akan
memperlihatkan adanya ciri-ciri umum yang dirumuskan menjadi hipotesa.
Selanjutnya hipotesa itu dikukuhkan dengan cara menemukan bukti-bukti empiris
yang dapat mendukungnya. Hipotesa yang berhasil dibenarkan (justifikasi) akan
berubah menjadi hukum. K.R. Popper menolak cara kerja di atas, terutama pada
asas verifiabilitas, bahwa
sebuah pernyataan itu dapat dibenarkan berdasarkan bukti-bukti verifikasi
pengamatan empiris.
K.R Popper
menawarkan pemecahan baru dengan mengajukan prinsip falsifa bilitas, yaitu
bahwa sebuah pernyataan dapat dibuktikan kesalahannya. Maksudnya sebuah
hipotesa, hukum, ataukah teori kebenarannya bersifat sementara, sejauh belum
ada ditemukan kesalahan-kesalahan yang ada di dalamnya. Misalnya, jika ada
pernyataan bahwa semua angsa berbulu putih melalui prinsip falsifiabilitas itu
cukup ditemukan seekor angsa yang bukan berbulu putih (entah hitam, kuning,
hijau, dan lain-lain), maka runtuhlah pernyataan tersebut. Namun apabila suatu
hipotesa dapat bertahan melawan segala usaha penyangkalan, maka hipotesa
tersebut semakin diperkokoh (CORROBORATION )
Tidak ada komentar:
Posting Komentar