Krisis nilai tukar telah
menurunkan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Nilai tukar rupiah yang merosot tajam
sejak bulan Juli 1997 menyebabkan pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam triwulan
ketiga dan triwulan keempat menurun menjadi 2,45 persen dan 1,37 persen. Pada
triwulan pertama dan triwulan kedua tahun 1997 tercatat pertumbuhan ekonomi
Indonesia sebesar 8,46 persen dan 6,77 persen. Pada triwulan I tahun 1998
tercatat pertumbuhan negatif sebesar -6,21 persen.
Merosotnya pertumbuhan ekonomi
tidak dapat dilepaskan dari masalah kondisi usaha sektor swasta yang makin
melambat kinerjanya. Kelambatan ini terjadi antara lain karena sulitnya
memperoleh bahan baku impor yang terkait dengan tidak diterimanya LC Indonesia
dan beban pembayaran hutang luar negeri yang semakin membengkak sejalan dengan
melemahnya rupiah serta semakin tingginya tingkat bunga bank. Kerusuhan yang
melanda beberapa kota dalam bulan Mei 1998 diperkirakan akan semakin
melambatkan kinerja swasta yang pada giliran selanjutnya menurunkan lebih
lanjut pertumbuhan ekonomi, khususnya pada triwulan kedua tahun 1998
Sementara
itu perkembangan ekspor pada bulan Maret 1998 menunjukkan pertumbuhan ekspor
nonmigas yang menggembirakan yaitu sekitar 16 persen. Laju pertumbuhan ini
dicapai berkat harga komoditi ekspor yang makin kompetitif dengan merosotnya
nilai rupiah. Peningkatan ini turut menyebabkan surplus perdagangan melonjak
menjadi 1,97 miliar dollar AS dibandingkan dengan 206,1 juta dollar AS pada
bulan Maret tahun 1997. Impor yang menurun tajam merupakan faktor lain
terciptanya surplus tersebut. Impor pada bulan Maret 1998 turun sebesar 38 persen
sejalan dengan menurunnya pertumbuhan ekonomi.